Miris! Bapenda Labura Diduga Gagal Dalam Pengawasan, BPK Temukan Kebocoran PAD Sebesar Rp 73 Juta

Bapenda Labura Diduga Lalai, BPK Temukan Kebocoran PAD Sebesar Rp 85.73 Juta
SIGAPNEWS.CO.ID | LABURA - Dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak hotel di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) mencuat ke publik, usai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara mengungkap adanya potensi kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp73,71.650., Temuan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor: 41.B/LHP/XVIII.MDN/05/2025 tanggal 22 Mei 2025.
Dalam laporan tersebut, BPK menyoroti ketidaksesuaian pelaporan omzet oleh salah satu Hotel GL. Hotel itu hanya melaporkan pendapatan tahun 2024 sebesar Rp120,19 000., dan menyetor pajak sebesar Rp12.019.000., sesuai tarif 10% yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.
Namun hasil audit menemukan hal yang mencengangkan. Setelah ditelusuri, enam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tercatat menggelar kegiatan di hotel tersebut, dengan total belanja mencapai Rp857.29.650, Berdasarkan hitungan BPK, omzet riil seharusnya menyumbang pajak hingga Rp85,73 juta.
Dalam hal ini, temuan BPK menyoroti kelalaian Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Labura, yang dinilai gagal melakukan pengawasan dan evaluasi secara efektif. Kepala Bapenda, termasuk Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan serta Kepala Bidang Penagihan dan Pengembangan, dianggap tidak menjalankan fungsi kontrol sebagaimana mestinya.
Padahal, Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (4) Perda Nomor 1 Tahun 2024 secara tegas menyatakan bahwa penyewaan ruang pertemuan di hotel juga dikenai pajak 10%, dan setiap kekurangan pajak dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 111.
Dalam klarifikasinya, pihak manajemen hotel mengakui bahwa omzet yang mereka laporkan hanya mencakup tamu umum, tidak termasuk pendapatan dari kegiatan SKPD. Praktik ini membuka ruang manipulasi dalam sistem self-assessment, di mana wajib pajak diberi tanggung jawab penuh atas pelaporan dan pembayaran pajaknya sendiri.
Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Labura untuk memerintahkan Kepala Bapenda:
1. Memproses kekurangan penerimaan pajak hotel sebesar Rp73.710.650 dan segera menyetorkannya ke kas daerah.
2. Memperkuat sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pengelolaan pendapatan.
3. Menginstruksikan Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan agar lebih aktif dalam pengawasan dan validasi data wajib pajak.
4. Mendorong Kepala Bidang Penagihan dan Pengembangan meningkatkan akurasi penagihan dan verifikasi penerimaan.
Dalam salinan, Kepala Bapenda Labura sendiri mengaku sependapat dengan temuan BPK dan berjanji akan menindaklanjutinya.
Namun, temuan ini memunculkan pertanyaan krusial, mengapa pengawasan bisa sejauh itu terabaikan? Kelalaian Bapenda tidak hanya memicu kerugian daerah, tapi juga membuka ruang bagi spekulasi publik terkait potensi pembiaran atau praktik kompromistis antara pejabat dan pelaku usaha.
Kini, publik menanti langkah konkret Pemkab Labura dalam membenahi tata kelola pajak hotel, agar setiap rupiah duit rakyat tidak lagi “meleset” tanpa jejak.(D2)
Editor :Dedek Muhammad Noor