Bullying dan Konflik Masih Mewarnai Para Pelajar

Penggiat Perlindungan Anak Raniwati Br Situkkir Berada di Sebuah Sekolah Negeri di Kecamatan Berastagi.(Minggu,15/10/2023)
Bullying memiliki konsekuensi emosional yang merugikan bagi semua. Korban yang pernah dibully beresiko tinggi untuk depresi, cemas, dan memiliki keinginan bunuh diri. Sedangkan para pelaku mengalami depresi,cemas, permusuhan, dan rentan terhadap penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial.
Korban sasaran bullyinglah pada akhirnya yang paling menderita, mereka berpotensi untuk melakukan kejahatan dan penyalahgunaan mitra di kemudian hari (dendam). Salah satu insiden bullying dapat merusak komunitas sekolah secara keseluruhan, mengganggu kesejahteraan sekolah, dan meninggalkan bekas luka yang tak dapat terhapuskan pada kehidupan anak-anak.
Kecerdasan emosional perlu menjadi komponen utama dari upaya intimidasi pencegahan dari prasekolah hingga kelas SMA . Mengambil pendekatan hukum dan ketertiban. Intervensi pengamat bahkan bermaksud baik dapat memiliki konsekuensi yang sama.
Misalnya, meminta anak-anak untuk berdiri agar tidak pengganggu dapat membuat kecemasan dan mungkin menyebabkan mereka berada pada risiko untuk pembalasan.
Inilah yang menjadi tugas guru dengan mengikuti pelatihan tentang bagaimana cara mengajarkan kecerdasan emosi kepada siswa dalam pembelajaran di kelas. Bagaimana kita bisa mengharapkan anak-anak untuk belajar kosa kata strategi dan regulasi yang sesuai dengan usia untuk mengekspresikan emosi mereka.
Guru dilatih agar dapat mengajarkan keterampilan untuk mengenali, memahami, melabel, mengungkapkan, dan mengatur emosi. hal tersebut merupakan salah satu pendekatan yang efektif untuk mengajarkan kecerdasan emosional pada anak di sekolah.
Mengabaikan pendidikan emosional pada anak dan orang dewasa beresiko menjadikan anak-anak yang tidak memiliki rasa belas kasihan. Pengabaian ini telah menciptakan celah dalam sistem pendidikan. Seperti seorang ahli menuliskan ”Mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali”.
Apa itu konflik, Berkonflik melibatkan antagonis me antara dua orang atau lebih,berawal dari perselisihan atau perkelahian.
Rani mengatakan kalau beberapa bulan lalu adanya siswa yang konflik di salah satu sekolah SMK di Kabupaten Karo yang berujung melakukan penikaman.
"Untung tidak berujung kematian," pungkasnya.
"Kita harus mengetahui prilaku sang anak dari dini,dan memberikan sebuah terobosan dan pengawasan sehingga orang tua tidak kecolongan," tutupnya.
Read more info "Bullying dan Konflik Masih Mewarnai Para Pelajar" on the next page :
Editor :Tim Sigapnews