Binjai Zona Merah Standar Kepatuhan Pelayanan Publik
Marasonang Lubis: Ini Bukti Lemahnya Tata Kelola Pemerintahan

H Marasonang Lubis SSos
SUMUTNEWS | BINJAI - Ombudsman RI menempatkan Kota Binjai dalam zona merah pemerintah daerah dengan standar kepatuhan pelayanan publik paling rendah di Sumatera Utara sepanjang 2022. Dari 34 kabupaten/kota, Kota Binjai menempati posisi terbawah dengan nilai 45,16.
Penilaian tersebut tentu saja memicu keprihatinan dan kekecewaan banyak kalangan, tidak terkecuali dari legislator. Padahal jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Sumatera Utara, Kota Binjai bukan tergolong daerah tertinggal, khususnya dari sisi infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan kualitas sumber daya manusia.
Ketua Komisi A, yang juga Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Binjai, H Marasonang Lubis SSos, menyatakan, rendahnya penilaian atas standar kepatuhan pelayanan publik di Kota Binjai cukup membuktikan tata kelola pemerintahan dan keuangan daerah masih sangat lemah.
Diakuinya, salah satu penyebab masih rendahnya kualitas pelayanan publik di Kota Binjai ialah penempatan pejabat yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki. Hal ini berkaca dari pelantikan terakhir terhadap 22 pejabat tinggi pratama dan pejabat administrator, 6 Januari 2023 lalu.
"sebagai contoh, banyak pejabat yang memiliki latar belakang pendidikan justru ditempatkan di jabatan non-pendidikan, ada juga pejabat minim pengalaman justru mengisi jabatan strategis yang membutuhkan keahlian khusus," ucap Marasonang, Selasa (31/01/2023).
Di sisi lain, dia juga menyoroti masih rendahnya tingkat kedisiplinan pegawai, serta belum terlalu memuaskannya kinerja dan pelayanan sebagian besar organisasi perangkat daerah (OPD). Padahal anggaran operasional dan kebutuhan pegawai Kota Binjai termasuk yang tertinggi di Sumatera Utara.
Beberapa instansi yang dia soroti karena dinilai memiliki kualitas kinerja dan pelayanan kelembagaan yang relatif belum memuaskan antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, termasuk juga pelayanan publik di RSUD Dr RM Djoelham, puskesmas, dan masing-masing kelurahan.
"Ironis memang, karena besaran anggaran daerah yang dialokasikan untuk menutupi kebutuhan operasional dan kebutuhan pegawai ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pelayanan publik dan kinerja pemerintahan," ujarnya.
Atas dasar itu, Marasonang sangat mengharapkan komitmen dan ketegasan dari Walikota Binjai, Drs H Amir Hamzah MAP, untuk tidak segan memberhentikan pejabat daerah yang kinerjanya dianggap tidak maksimal, karena tidak mampu memberikan perubahan berarti terhadap sistem birokrasi pemerintahan dan manfaat bagi masyarakat.
Apalagi berkaca pada pelantikan terakhir terhadap 22 pejabat tinggi pratama dan pejabat administrator pada 6 Januari 2023 lalu, dia mengakui, masih banyak dari mereka justru terlihat gamang, tidak terlalu inovatif, serta kurang cakap, baik dalam memimpin organisasi perangkat daerah maupun untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Apabila keadaan ini terus dibiarkan, Marasonang khawatir berbagai program dan target pembangunan yang telah dicanangkan Pemerintah Kota Binjai sulit untuk terealisasi sesuai visi dan misi Walikota Binjai. Bahkan resiko yang lebih buruk, pemerintah akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat
"Kita sendiri dari Komisi A sebenarnya sudah sering menyampaikan masukan terkait persoalan ini kepada Walikota, agar segera dilakukan evaluasi dan turut memperhatikan rekam jejak pejabat. Karena yang kita rasakan saat ini, kinerja OPD cenderung stagnan dan bahkan relatif menurun," ucapnya.
"Akan tetapi sepertinya masukan kita ini masih belum direspon dengan baik, atau mungkin Walikota memiliki alasan dan penilaian tersendiri yang mungkin lebih didasarkan pada kepentingan politis dan pertimbangan-pertimbangan tertentu," imbuh Marasonang.
Editor :Wardika