Riset Intervensi Kolaborasi Internasional
Akademisi USU Gencarkan Edukasi Pemberian ASI Eksklusif di Nias
Pimpinan Riset Kolaborasi Internasional USU, Dr Fotarisman Zaluchu, bersama mitra kolaborasi internasional, dan aparatur Pemerintah Kabupaten Nias, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif bagi bayi, belum lama ini.
SIGAPNEWS.CO.ID | MEDAN - Tim Riset Kolaborasi Internasional Universitas Sumatera Utara (USU) menggencarkan edukasi tentang pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif bagi bayi kepada ibu-ibu menyusui dan kepala rumahtangga di Kabupaten Nias.
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya konkret akademisi dalam mencegah dan menurunkan angka kematian bayi, serta penyelesaian kasus stunting yang masih tinggi di Kabupaten Nias.
Pimpinan Tim Riset, Dr. Fotarisman Zaluchu, didampingi anggota, Dr. Putri C. Eyanoer dan Saipul Bahri, SIP, M.Sos, serta Dosen Senior dari Department of Public Health, Auckland University of Technology, Dr. Sari Andajani, menyatakan, edukasi ini dimaksudkan agar kaum ibu di Kabupaten Nias dapat mengetahui cara menyusui yang baik dan benar, serta memahami manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi.
Selain itu, kegiatan ini diharapkan juga dapat melatih para suami dan anggota keluarganya, agar lebih memprioritaskan pemberian ASI ekslusif bagi bayi dibandingkan susu formula, susu segar hasil perahan hewan ternak, ataupun susu segar kemasan.
"Bagi daerah dengan kemiskinan ekstrim seperti di Nias, ASI eksklusif tidak ternilai manfaatnya. Selain manfaat ekonomi, keluarga yang memberikan ASI eksklusif bagi bayi dengan baik akan memotong mata rantai stunting, bahkan kemiskinan," ungkap Fotarisman, Senin (23/10/2023) siang.
Diakuinya, terdapat dua metode yang digunakan Tim Riset Kolaborasi Internasional USU untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif bagi bayi.
Pertama, proses edukasi dilakukan secara face to face atau tatap muka dalam suatu forum. Dalam metode ini, kaum ibu diundang untuk menghadiri penyuluhan. Mereka kemudian diberikan pemahaman dan pengetahuan dengan menggunakan gambar (visual).
Sedangkan metode kedua ialah melakukan edukasi dari rumah ke rumah atau door to door, dimana tim akan mengunjungi setiap keluarga, terutama yang memiliki bayi menyusui, dan memberikan penyuluhan langsung di rumahnya. Dalam metode ini, tim juga akan memantau keberhasilan praktik pemberian ASI eksklusif bagi bayi.
"Kegiatan ini sendiri akan kami lakukan selama enam minggu, dan setiap ibu akan dimonitor melalui buku panduan pemantauan ASI eksklusif yang kita desain khusus," ujar Fotarisman.
Dia menyebut, Indonesia akan terancam kehilangan generasi yang sehat dan kuat jika pemberian ASI eksklusif bagi bayi diabaikan. Oleh karena itu, pelaksanaan riset ini diharapkan akan menghasilkan policy brief penting bagi para pemangku kebijakan, termasuk juga pemerintah pusat, agar situasi rendahnya cakupan ASI eksklusif dapat diatasi.
The Lancet dalam laporannya di 2023 menyatakan, ekonomi dunia dirugikan akibat tidak diberikannya ASI eksklusif. Penilaian economic lost itu berasal dari penyakit-penyakit yang muncul di masa depan pada hidup seseorang.
Akumulasi ini, sambung Fotarisman, jika dihitung secara agregat, tentunya sangat berdampak signifikan. Jika diestimasikan, maka setiap tahun dunia kehilangan sebesar US$ 341,3 miliar. Selain penyakit, kalkulasi kerugian ekonomi juga dipicu dampak intelektual yang menurun akibat pertumbuhan tidak ideal.
"Tidak usah jauh-jauh, stunting adalah contoh nyata. Akibat stunting, individu akan rentan sakit dan kehilangan produktivitasnya. Sebab di satu sisi, stunting itu erat kaitannya dengan tidak diberikannya ASI eksklusif bagi bayi," jelasnya.
Menurut Fotarisman, Indonesia adalah salah satu negara dengan persentase pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang sangat rendah. Berdasarkan data pada 2022, cakupan ASI eksklusif hanya sekitar 52 persen. Hal ini cenderung paralel dengan kasus stunting yang mencapai 21,6 persen di 2022, dengan disparitas antara 35,3 persen yang tertinggi dan 8 persen yang terendah. Sehingga patut diduga, defisit pemberian ASI eksklusif berkaitan erat dengan stunting.
"Sayangnya, investasi pada upaya mendorong pemberian ASI eksklusif bagi bayi masih belum memadai. Pemberian ASI eksklusif justru terancam promosi susu formula. Susu formula masih terus diberikan kepada bayi yang baru lahir, meskipun hal ini sudah direkomendasikan penghentiannya oleh WHO," tutup Fotarisman.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias, Rahmani O. Zandroto, mengaku senang dan menyambut baik edukasi ini. Menurutnya, kerjasama dengan Tim Riset Kolaborasi Internasional USU akan membantu penyelesaian masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif dan persoalan stunting di Kabupaten Nias.
"Kematian bayi masih tinggi di Nias. Kami membutuhkan solusi-solusi yg penting ini, karena kami terbatas dalam sumber daya dan ide," kata Rahmani.
Read more info "Akademisi USU Gencarkan Edukasi Pemberian ASI Eksklusif di Nias" on the next page :
Editor :Wardika
