Disbudpar Binjai Gelar Sosialisasi Pelestarian Bangunan Cagar Budaya

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Binjai, Ismail Ginting SPd MAP, dan Akademisi Universitas Sumatera Utara, Dr H Suprayitno MHum, saat menjawab pertanyaan peserta Sosialisasi Pelestarian Bangunan Cagar Budaya di Kota Binjai, Kamis (27/10/20
SUMUTNEWS | BINJAI - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Binjai, Sumatera Utara, mengadakan Sosialisasi Pelestarian Bangunan Cagar Budaya di Kota Binjai, dalam acara yang digelar di Aula Lantai II Gedung Balai Kota Binjai, Kamis (27/10/2022) pagi.
Kegiatan dibuka Walikota Binjai, Drs H Amir Hamzah MAP, diwakili Asisten III Sekretaris Daerah Kota Binjai Bidang Administrasi Umum, Drs Meidi Yusri, yang dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Binjai, Ismail Ginting SPd MAP, Kepala Bidang Kebudayaan, Junita SSos, serta 60 peserta, terdiri dari jajaran camat, lurah, pelaku budaya, dan pengelola bangunan cagar budaya.
Tampil sebagai narasumber, Akademisi Universitas Sumatera Utara, Dr H Suprayitno MHum, Pamong Budaya Madya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara, Dra Misnah Salihat MHum, dan Pamong Budaya Madya Balai Pelestarian Budaya Aceh, Dra Hj Dahlia MA.
Walikota Binjai, Drs H Amir Hamzah MAP, dalam pidato tertulisnya dibacakan Asisten III Sekda Bidang Administrasi Umum, Drs Meidi Yusri, mengakui, pelestarian dan pengelolaan bangunan cagar budaya penting dilakukan demi menjamin penguatan identitas daerah, peningkatan pemahaman masyarakat tentang sejarah dan kebudayaan, serta pengembangan sektor pariwisata.
Saat ini, katanya, baru lima bangunan cagar budaya di Kota Binjai yang telah teregistrasi dan disertifikasi oleh Pemerintah Kota Binjai. Kelima bangunan Cagar budaya dimaksud antara lain, Masjid Raya Binjai, Gedung Eks Kerapatan, Stasiun Kereta Api Timbanglangkat, Vihara Setia Buddha, dan Kuil Hindu Shri Mariamman.
Penetapan lima bangunan cagar budaya ini merupakan tindak lanjut amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 11/2010 tentang Cagar Budaya dan Surat Keputusan Walikota Binjai Nomor: 188.45-1236/K/2021 tentang Penetapan Gedung dan Bangunan sebagai Bangunan Cagar Budaya.
"Kami sadar, keberadaan bangunan cagar budaya mampu menampilkan identitas daerah, serta berpotensi mengangkat sektor pariwisata, pendidikan dan ekonomi. Karena itu saya mengajak masyarakat bersama-sama melindungi dan merawat bangunan cagar budaya agar kelak anak-cucu kita dapat mengenali kekayaan sejarah bangsanya," seru Amir Hamzah.
Akademisi Universitas Sumatera Utara, yang juga Tim Ahli Cagar Budaya Kota Binjai dan Tim Pengkaji Pahlawan Daerah Sumatera Utara, Dr H Suprayitno MHum, mengatakan, pentingnya proses inventarisir benda, bangunan, dan situs bersejarah untuk diusulkan sebagai benda cagar budaya, sebagai upaya melestarikan peninggalan bersejarah dan penguatan identitas daerah.
Meskipun demikian dia berharap proses inventarisir dan sertifikasi terhadap benda, bangunan, dan situs Cagar budaya, tidak hanya dilakukan terhadap peninggalan-peninggalan sejarah di era kolonial, tetapi juga pada era prakolonial dan masa revolusi kemerdekaan.
"Selain lima bangunan cagar budaya yang telah disertfikasi, saya kira masih banyak lagi objek bersejarah lainnya di Kota Binjai yang layak diusulkan, terutama peninggalan di era prakolonial. Sebut saja, situs Perang Sunggal di Timbanglangkat dan makan kuno di Kebunlada," ungkap Suprayitno.
Di sisi lain pria 61 tahun tersebut juga menganggap identitas Kota Binjai sebagai kota rambutan sangat tidak relevan jika dikaitkan dengan perjalanan sejarah daerah ini. Sebab menurutnya, identitas sebagai kota pahlawan lebih layak disematkan bagi Kota Binjai.
Sebab menurut Suprayitno, Kota Binjai merupakan daerah yang secara historis erat kaitannya dengan simbol perjuangan melawan penjajahan. Sebagai contoh, di Timbanglangkat pernah terjadi peristiwa perlawanan rakyat pribumi melawan pasukan Belanda yang dikenal sebagai Perang Sunggal pada 17 Mei 1872.
Selain itu, Kota Binjai juga memiliki peran yang sangat strategis di masa revolusi kemerdekaan, karena menjadi markas resimen pertahanan udara di Sumatera Utara. Hal ini pula yang menjadikan Kota Binjai sebagai target awal serangan pasukan sekutu saat terjadinya Agresi MIliter Belanda di Sumatera Utara.
"Dan orang Binjai harus tahu, ternyata belum ada satupun sosok pahlawan nasional yang berasal dari Kota Binjai. Padahal banyak sekali tokoh-tokoh perjuangan yang muncul dari daerah ini," terang Suprayitno.
Atas dasar itu, dia mengharapkan Pemerintah Kota Binjai untuk melakukan kajian akademis guna memperkaya khasanah kesejarahan Kota Binjai dan menetapkan berbagai situs, benda, dan bangunan peninggalan masa lalu sebagai cagar budaya daerah.
"Akan tetapi pelestarian bangunan cagar budaya tidak akan bisa dilakukan dengan baik, tanpa adanya kebersamaan, serta kesadaran bersama terhadap perjalanan sejarah dan identitas daerah. Harus pula diingat, orang yang tidak tahu sejarah daerahnya ibarat orang yang kehilangan identitas," pungkas Suprayitno.
Sementara itu, Pamong Budaya Madya Balai Pelestarian Budaya Aceh, Dra Hj Dahlia MA, menyatakan, warisan kebudayaan atau objek bersejarah yang dapat diusulkan dan diterapkan sebagai cagar budaya jika memenuhi lima unsur, antara lain berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan.
"Namun tetap saja pengusulan dan penetapan suatu warisan kebudayaan atau peninggalan bersejarah menjadi objek cagar budaya harus dilengkapi dengan kajian akademis. Sehingga suatu objek cagar budaya memiliki nilai sejarah yang tinggi dan dapat mendeskripsikan identitas suatu daerah," jelasnya.
Di sisi lain, Pamong Budaya Madya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara, Dra Misnah Salihat MHum, menyatakan, benda dan bangunan cagar budaya harus mampu dikelola dan dirawat dengan baik. Tujuannya tidak lain agar benda dan bangunan cagar budaya memiliki nilai ekonomis yang tinggi untuk dikelola sebagai destinasi wisata dan sarana edukasi.
Untuk mendukung hal ini, menurutnya diperlukan sinergitas dan kerjasama yang baik antara pemerintah dengan pemilik atau pengelola bangunan cagar budaya. Beberapa hal yang harus dilakukan antara lain, menempatkan juru pelihara dan pemandu, melengkapi sarana dan prasarana pendukung, penyuguhan atraksi budaya, serta penyediaan lokasi kuliner dan tempat penjualan cinderamata.
"Bila perlu, bentuk juga komunitas masyarakat sadar wisata sejarah, guna memperkenalkan berbagai bangunan cagar budaya yang ada di Kota Binjai. Sehingga uang yang didapat dari kunjungan wisatawan bisa digunakan untuk pemeliharaan," seru Misnah.
Dalam kegiatan ini, turut dilaksanakan serah-terima sertifikat cagar budaya kepada lima pengelola bangunan bersejarah di Kota Binjai, di antaranya kepada BKM Masjid Raya Binjai, Yayasan Vihara Setia Buddha, Pengelola Kuil Hindu Shri Mariamman, Pengadilan Agama Kota Binjai selaku Pengelola Eks Gedung Kerapatan, dan PT KAI Stasiun Timbanglangkat Binjai.
Editor :Wardika